Lanjut ke konten
Market Insights Tren ketenagakerjaan SEEK Memahami Efek 'Brain Drain' di Asia Tenggara
Memahami Efek 'Brain Drain' di Asia Tenggara

Memahami Efek 'Brain Drain' di Asia Tenggara

Globalisasi telah membuat dunia semakin kecil. Saat ini, semakin mudah untuk mencari lowongan pekerjaan diluar wilayah atau negara asal Anda berkat adanya kemajuan teknologi serta peningkatan jumlah SDM berpendidikan. Hal ini tentunya membantu menyeimbangkan dinamika pasar tenaga kerja dalam beberapa aspek, namun juga menimbulkan permasalahan baru yang disebut dengan istilah 'brain drain' di beberapa negara.

Sebuah studi global yang dilakukan oleh Boston Consulting Group, The Network, Jobstreet.com dan jobsDB mengungkapkan bahwa meskipun kesediaan tenaga kerja global untuk bekerja di luar negeri secara keseluruhan telah berkurang dari 63,8% pada 2014 menjadi 57,1% pada tahun 2018, angka tersebut masih tetap relatif tinggi. Kandidat yang mampu mendapatkan pekerjaan pada skala global umumnya adalah mereka yang cenderung berketerampilan tinggi, memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari rata-rata, berpengalaman dan mempunyai kualitas tertentu yang diakui secara internasional. Bagi para kandidat semacam ini untuk hengkang ke luar negeri tentu akan mengurangi ketersediaan SDM yang terampil dan berpengalaman di negara asal mereka.

Studi ini juga mengungkapkan bahwa lebih dari 90% tenaga kerja dari negara-negara seperti India dan Mesir, serta lebih dari 80% hingga 90% tenaga kerja dari Benin dan Ghana bersedia untuk bekerja di luar negeri, mengukuhkan pendapat umum bahwa negara-negara kurang berkembang dan negara berkembang adalah negara-negara yang kehilangan tenaga kerja terampilnya. Anehnya, pekerja dari Norwegia dan Korea Selatan juga termasuk dalam kategori tersebut. Negara-negara maju yang tenaga kerjanya juga memiliki ketersediaan bekerja ke luar negeri diatas rata-rata antara lain yaitu Switzerland, Inggris, Singapura, Jepang, Perancis, Finlandia, Swedia, dan Australia. Tren ini tentunya berdampak negatif terhadap ekonomi negara-negara tersebut.

1

Isu 'brain drain' di Asia Tenggara

Isu 'brain drain' sudah umum terjadi di Asia Tenggara, yang sebagian besar terdiri atas negara-negara berkembang. Walaupun hasil akhir menunjukkan bahwa kesediaan para kandidat untuk bekerja di luar negeri secara keseluruhan telah menurun, jumlah tersebut masih saja tergolong tinggi melihat bahwa ada lebih dari separuh responden di negara-negara Asia Tenggara yang bersedia untuk bekerja di luar negeri. Terdapat perdebatan mengenai kemungkinan penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa lingkup pekerjaan saat ini makin berskala global dan dapat dikerjakan dari jarak jauh.

Di Filipina, hingga 75% dari tenaga kerja yang berpartisipasi dalam survei menyatakan kesediaan untuk bekerja di luar negeri pada tahun 2018. (86% pada 2014). Para kandidat ini ingin bekerja di Kanada (peringkat ke-1; +1 titik dari tahun 2014[1]), Australia (peringkat ke-2; +2 titik dari 2014) dan AS (peringkat ke-3; -2 titik dari 2014).

Namun bahkan di negara maju seperti Singapura, hingga 70% dari tenaga kerja menyatakan kesediaan untuk bekerja di luar negaranya (79% pada 2014). Mereka memilih untuk bekerja di Australia, AS, dan Inggris, 3 negara tujuan favorit secara berurutan (tidak berubah dari 2014).

Hingga 66% dari tenaga kerja dari Thailand yang berpartisipasi dalam survei bersedia bekerja di luar negeri pada tahun 2018 (95% pada 2014) dengan 3 negara tujuan bekerja favorit sebagai berikut: AS (peringkat ke-1, +6 titik dari 2014), Jepang (peringkat ke-2, +2 titik), dan Singapura (peringkat ke-3, -2 titik).

Kesediaan tenaga kerja dari Malaysia untuk bekerja di luar negeri juga menunjukkan persentasi yang lebih tinggi dari rata-rata, yaitu 65 % pada 2018 (67% pada 2014), dan 3 negara tujuan pilihan mereka untuk bekerja adalah Australia, Singapura dan Inggris (ketiganya tetap pada peringkat yang sama dengan 2014).

Kesediaan tenaga kerja dari Vietnam untuk bekerja di luar negeri adalah 61% pada 2018 (67% pada 2014), dan negara tujuan kerja favorit mereka adalah Australia (peringkat ke-1, +3 titik), AS (peringkat ke-2, -1 titik), dan Jepang (peringkat ke-3, tidak berubah).

Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yang memiliki tenaga kerja dengan kemauan bekerja di luar negeri di bawah rata-rata global; hanya 51% pada 2018 (76% pada 2014). Dalam hal pilihan negara tujuan kerja yang diinginkan; responden Indonesia memilih Jepang (+1 titik), AS (+1 titik) dan Australia (+1 titik). Patut dicatat bahwa Singapura jatuh 3 titik dari posisi teratas.

[1] Seluruh peringkat mengacu pada survei tahun 2018,

  • menunjukkan peningkatan dari peringkat tahun 2014, - menunjukkan penurunan dari peringkat tahun 2014

loa-bottombanner-728x90ev-article-and-edm-banner

Apa yang mendorong para kandidat ini untuk bekerja di negara tujuan yang menurut mereka menarik?

Tiga alasan utama yang mendorong para kandidat dari negara-negara Asia Tenggara yang disebutkan diatas untuk memulai karir di luar negeri hampir selalu sama; peluang karir yang lebih baik, kebutuhan untuk memperoleh pengalaman kerja dan untuk memperluas pengalaman pribadi. Tiga alasan tersebut juga merupakan tiga alasan utama para kandidat di seluruh dunia untuk bekerja jauh dari rumah. Pengecualian dalam hal ini hanyalah di Filipina, dimana para kandidat menyebutkan prospek gaji yang lebih baik sebagai salah satu dari tiga alasan utamanya, di samping peluang karir yang lebih baik dan untuk memperluas pengalaman pribadi.

Tips bagi para staf HR dan perusahaan untuk mempertahankan pekerja

Dengan mengetahui alasan para kandidat dari Asia Tenggara ingin bekerja di luar negeri, staf HR dan perusahaan dapat berupaya meningkatkan daya tarik perusahaan mereka dan memperkuat strategi mempertahankan SDM yang mereka miliki.

1. Rencana SDM strategis jangka panjang

asphalt-empty-grass-105234

Perusahaan perlu mempersiapkan rencana SDM strategis yang mengidentifikasi bidang dan SDM yang krusial untuk operasional perusahaan, sehingga area tersebut diberi penekanan dan perhatian khusus. Pemahaman atas dinamika tenaga kerja, setidaknya dari perspektif regional (atau global) dapat memberikan wawasan tentang bidang-bidang usaha yang berada dalam persaingan yang lebih ketat, serta mengidentifikasi tenaga-tenaga kerja yang memiliki kecenderungan untuk mengejar peluang yang lebih baik di tempat lain. Mengetahui hal-hal ini dapat membantu perusahaan Anda untuk menerapkan strategi retensi SDM yang lebih terarah, dengan menargetkan tenaga-tenaga kerja penting.

2. Mengembangkan strategi pengembangan karier

agenda-concept-development-7376

Perusahaan harus menyusun rencana untuk menyediakan peluang bagi pengembangan lebih lanjut karir karyawannya atau untuk meningkatkan keterampilan mereka. Hal-hal seperti ini memberikan jalur karir yang jelas bagi para pekerja yang sedang mencari tujuan karir mereka serta mengukuhkan minat mereka dalam perusahaan. Mengizinkan pekerja untuk meniti jabatan dalam struktur organisasi  juga membantu proses identifikasi potensi calon-calon pemimpin dan inovator, orang-orang yang keterampilannya dapat menjadi sangat berharga bagi perusahaan jika diasah dengan baik. Perusahaan dengan peluang pengembangan karir yang lebih baik juga seringkali memiliki daya tarik lebih bagi para tenaga kerja terbaik baik dari dalam maupun luar negeri.

3. Mendorong adanya keseimbangan kehidupan kerja dan pribadi (work-life balance)

clouds-fashion-free-103123

Studi ini juga mengungkapkan beberapa preferensi pekerjaan dari para kandidat. Meneliti lebih dalam preferensi pekerjaan di 6 negara, ditemukan 1 faktor yang hampir selalu konsisten: keseimbangan kehidupan kerja dan pribadi yang baik. Sayangnya dalam dunia yang sangat kompetitif, hal ini seringkali dianggap sepele. Mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja dan pribadi yang baik adalah sebuah faktor penarik bagi karyawan untuk tetap setia pada perusahaan. Dengan memberikan mereka ruang untuk mengatur kehidupan pribadi dan karir dapat memberikan para karyawan waktu untuk mengejar hal-hal yang bermakna bagi mereka, dan pada akhirnya membantu memperluas pengalaman pribadi mereka.

Isu 'brain drain' terus ada di Asia Tenggara. Perusahaan perlu membandingkan diri mereka dengan kompetitor lain di wilayah sekitar dan meningkatkan daya tarik perusahaan sebagai respon strategis untuk mempertahankan tenaga kerja unggulan.

loa-bottombanner-728x90ev-article-and-edm-banner

Berlangganan Wawasan Pasar

Dapatkan pesan dari para pakar Wawasan Pasar langsung ke kotak masuk Anda.
Anda dapat berhenti berlangganan email kapan saja. Dengan mengklik 'berlangganan' Anda setuju dengan Pernyataan Privasi SEEK kami