Lanjut ke konten
Market Insights Wawasan tenaga kerja Apakah Pegawai Anda Tertekan Hingga Merasa Kelelahan dan Kehabisan Tenaga?
Apakah Pegawai Anda Tertekan Hingga Merasa Kelelahan dan Kehabisan Tenaga?

Apakah Pegawai Anda Tertekan Hingga Merasa Kelelahan dan Kehabisan Tenaga?

Masalah "kekinian" yang dihadapi oleh sebagian besar perusahaan saat ini adalah employee burnout. Apa yang sebenarnya dimaksud dengan employee burnout?

Employee burnout adalah situasi di mana seorang pegawai mengalami kelelahan secara fisik, mental atau emosional.”

Dalam lingkungan kerja yang menantang sekarang ini, memperoleh tenaga kerja unggulan merupakan suatu hal yang tidak mudah, dan untuk dapat mempertahankan mereka di perusahaan Anda merupakan tantangan yang lebih besar lagi. Tentunya setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh produktivitas maksimum dari para pegawai unggulan tersebut. Dengan kondisi seperti itu, apakah perusahaan rela untuk kehilangan para pegawai yang diperoleh dengan susah payah? Tentu tidak, dong!

Employee burnout bukan saja menyangkut kehilangan pegawai yang baik, melainkan juga terkait dengan hilangnya produktivitas yang seharusnya diperoleh dari para pegawai. Pegawai yang mengalami burnout juga dapat menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi perusahaan. Untuk menghindari adanya employee burnout, Anda bisa menerapkan feedback praktis kepada karyawan Anda.

Dampak dari employee burnout

  1. Biaya perawatan kesehatan yang besar: Pegawai yang bekerja secara berlebihan dapat menjadi kurang sehat, baik secara psikis maupun fisik, yang mengakibatkan biaya perawatan kesehatan yang tinggi bagi perusahaan. Diperkirakan bahwa di AS, perusahaan harus mengeluarkan biaya sebesar 125 hingga 190 miliar dolar AS per tahun untuk anggaran perawatan kesehatan yang disebabkan oleh employee burnout.

  2. Kebiasaan absen atau 'mangkir': Sejumlah besar karyawan mengakui bahwa mereka ijin absen dari kantor hanya karena mereka tidak mampu mengatasi kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan.

“Ada perbedaan besar antara ijin tidak masuk kerja karena sedang hangover dan absen dikarenakan hal-hal yang lebih serius seperti stres atau karena terlalu banyak bekerja. Walaupun kecil kemungkinan bagi karyawan untuk berulang kali ijin tidak masuk karena alasan sepele, kegagalan dalam mengatasi masalah mendasar seperti stres di tempat kerja dan ­work-life balance yang tidak sehat tidak diragukan lagi akan berujung pada pola ketidakhadiran yang berulang-ulang. Hal ini akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap produktivitas perusahaan.”

Paul Avis, Marketing Director di Canada Life Group Insurance

  1. Tingginya tingkat turnover pegawaiStudi terbaru dalam seri keterlibatan karyawan yang dilakukan oleh Kronos Incorporated dan Future Workplace menyatakan bahwa hingga 50% dari turnover karyawan dalam sebuah perusahaan disebabkan oleh employee burnout.

Employee burnout telah mencapai skala epidemik. Walaupun banyak perusahaan telah berupaya untuk mengelola kelelahan para pegawai, namun usaha yang dilakukan untuk mengatasi burnout secara proaktif masih jauh dari cukup. Employee burnout bukan hanya akan menguras produktivitas kerja dan menyebabkan seringnya karyawan 'mangkir' dari kantor, tetapi seperti yang ditunjukkan oleh survei ini, burnout akan merusak motivasi kerja pegawai dan menyebabkan para pegawai unggulan untuk benar-benar berhenti bekerja. Hal ini menciptakan sebuah siklus gangguan yang terus-menerus, yang menyebabkan sulitnya menciptakan SDM berkinerja tinggi yang diperlukan untuk mampu bersaing dalam lingkungan bisnis saat ini.”

- Charlie DeWitt, Vice President, Business Development, Kronos

Beberapa hal di atas hanyalah sebagian kecil dari pokok masalah yang sesungguhnya; dampak negatif yang disebabkan oleh employee burnout dapat terus berlanjut jika diteliti secara mendetail.

Beberapa indikator adanya employee burnout

Salah satu tugas terbesar Manajer HR adalah membangun tenaga SDM yang kuat dan sehat serta mempertahankannya. Terkadang Anda mungkin memiliki karyawan yang mengalami kelelahan dan sedang dalam proses menuju ke tahap "employee burnout". Employee burnout adalah sebuah proses bertahap dengan indikator-indikator yang mengkhawatirkan, namun sebenarnya ada beberapa solusi untuk mencegah hal ini terjadi jika para staf HR mampu mendeteksi gejala-gejala dini burnout. Indikator-indikator ini meliputi:

  1. Peningkatan absensi/ketidakhadiran pegawai

  2. Kecerobohan dalam bekerja

  3. Menarik diri dari lingkup pekerjaan

  4. Sensitivitas berlebih

  5. Ketidakmampuan untuk memahami instruksi yang diberikan

  6. Kurangnya tingkat partisipasi dan sosialisasi dalam lingkungan kerja

Penyebab utama Employee Burnout

Jika masalah employee burnout telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan, penting untuk mencari faktor apa saja yang menyebabkan employee burnout. Meskipun mudah untuk mengatakan bahwa employee burnout disebabkan oleh terlalu banyaknya bekerja, hal tersebut bukanlah satu-satunya alasan. Pasti ada faktor-faktor lain yang turut menyebabkan permasalahan ini. Selain itu, diperlukan adanya pemahaman akan akar penyebab mengapa pegawai bisa terlalu banyak bekerja.

1. Kolaborasi yang berlebihan

Perusahaan dengan aliansi dan kolaborasi yang luas mengalokasikan banyak waktu mereka untuk rapat dan konferensi untuk memastikan bahwa seluruh karyawannya saling terhubung dengan baik satu sama lain. Selain itu, aliansi yang lebih besar berarti jumlah perijinan dan birokrasi yang lebih besar, yang berarti lebih banyak email, lebih banyak menunggu balasan, serta perbaikan dan perubahan yang sebetulnya tidak diperlukan. Semakin besar jumlah pembuat keputusan maka semakin besar pula jumlah opini, yang berujung pada munculnya kebingungan dan pembahasan suatu hal yang sama berulang-ulang. Lingkungan seperti itu menyedot waktu para pegawai untuk kegiatan-kegiatan yang tidak penting, sehingga menyisakan waktu yang sangat sedikit untuk produktivitas dan kreativitas yang sesungguhnya. Hal semacam inilah yang akhirnya menyebabkan stres bagi pegawai karena mereka tidak mampu memenuhi tenggat waktu atau menghasilkan pekerjaan di bawah rata-rata yang ujung-ujungnya berakibat pada kelelahan.

2. Terkubur oleh email

“Sebuah kajian oleh Microsoft menemukan bahwa orang-orang umumnya membutuhkan rata-rata 15 menit untuk kembali fokus pada pekerjaan penting setelah diinterupsi sebuah email.”

Dan di sini kita baru berbicara tentang satu email; jika dikalikan dengan jumlah email yang rata-rata ditangani oleh seorang pegawai setiap harinya, hampir tidak ada waktu yang tersisa untuk mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya. Menurut sebuah penelitian, para eksekutif senior menerima 200 email atau lebih setiap harinya. Pengawas frontline rata-rata menghabiskan sekitar delapan jam setiap minggunya (atau satu hari kerja penuh) untuk mengirim, membaca, dan menjawab komunikasi elektronik.

Diperlukan adanya peraturan yang ketat terkait penggunaan fasilitas CC dan BCC saat mengirim email. Waktu yang diharapkan untuk pengiriman email balasan seharusnya juga memerlukan minimal 5 hingga 6 jam agar pegawai tidak perlu merasa stres yang disebabkan tidak memperhatikan dan membalas email.

Demikian juga, pegawai tidak boleh dituntut untuk menanggapi email dan bentuk komunikasi lain seusai jam kantor.

Harus ada pembagian tingkatan manajemen yang masuk akal. Para pegawai harus dibagi-bagi menjadi beberapa tingkat dalam hal penerimaan komunikasi.

Tidak semua email perlu mencapai manajemen perusahaan, dibutuhkan adanya pengawas untuk kelompok-kelompok kecil sesuai dengan tugas mereka. Kelompok-kelompok ini hanya boleh memberikan mark kepada atasan mereka dalam pengiriman email, kemudian tugas dari supervisor tersebut adalah untuk memilih dan memilah-milah informasi dari email-email yang masuk untuk kemudian memberi tahu atasan mereka.

Demikian pula setiap potongan informasi dalam email harus disaring dan hanya informasi yang sangat penting dan relevan yang harus naik tingkat.

3. Kesalahan dalam pengelolaan sumber daya

Perusahaan sering keliru dalam menilai kemampuan masing-masing pegawainya dan menempatkan tugas yang membuat para pegawai tersebut kewalahan setiap harinya. Hal ini tentunya menyebabkan stres dan burnout pegawai. Ketidakmampuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri yang berujung pada penurunan yang konstan dalam kinerja dan kepribadian karyawan sehingga mengakibatkan kerugian besar bagi perusahaan.

4. Manajemen waktu yang buruk

Manajemen atau pengelolaan waktu bukanlah keahlian setiap orang. Beberapa pegawai tidak bisa mengelola tugasnya dengan baik, apalagi jika pekerjaan mereka memerlukan adanya multitasking, dan banyak pegawai yang membuang banyak waktu mereka di media sosial. Ketika seorang pegawai sudah berada pada tenggat waktu yang singkat, ia akan merasa stres dan begitu tingkat stres tersebut melewati batas, mereka akhirnya akan merasa 'terkuras' dan 'burnt our'.

5. Imbalan yang setimpal

Dimana ada kerja keras, maka akan selalu ada keinginan untuk mendapat imbalan, walaupun hanya berupa catatan kecil apresiasi. Beberapa perusahaan telah benar-benar melupakan konsep 'balas budi'. Perusahaan perlu memahami adalah bahwa akan selalu ada kebutuhan untuk memberi penghargaan bagi pegawai mereka. Penghargaan ini mungkin dapat berbentuk imbalan uang, bisa juga berupa sertifikat penghargaan atau tunjangan karyawan. Kurangnya bentuk-bentuk penghargaan atau imbalan tersebut akan menimbulkan rasa kecewa bagi para pegawai dan membuat mereka kehilangan motivasi dalam bekerja.

6. Hal yang sangat ditakuti - “karoshi

Perusahaan perlu menganggapi masalah ini dengan serius sebelum mereka berakhir seperti para pegawai perusahaan di Jepang. Jepang memiliki salah satu kasus "pegawai di bawah tekanan" terburuk di dunia. Karyawan dipaksa untuk bekerja berjam-jam sehingga mereka tidak sanggup lagi bekerja dan memilih untuk bunuh diri atau meninggal karena serangan jantung atau gagal jantung; sebagian besar hal ini terjadi karena para perusahaan melanggar undang-undang ketenagakerjaan.

Masalah ini sudah berada pada kondisi yang sangat parah hingga dibuatlah istilah "Karoshi". Istilah yang ditemukan pada tahun 1970-an dan berarti "kematian karena terlalu banyak bekerja". Negara Jepang telah berupaya sejak saat itu untuk mengurangi beban kerja para pegawai dan mencari solusi untuk dilema yang mengerikan ini.

 

loa-bottombanner-728x90ev-article-and-edm-banner

 

Beberapa langkah sederhana untuk mencegah terjadinya employee burnout

1. Bicarakan secara terbuka

pexels-photo-2029619Perusahaan harus memiliki budaya kerja yang terbuka mengenai employee burnout, di mana isu ini didiskusikan secara bebas dan terbuka. Para pegawai yang merasa kelelahan harus didorong untuk mendiskusikannya dengan atasan mereka. Para pegawai juga diminta untuk melaporkan dan memberi peringatan pada pihak manajemen jika merasa rekan kerja mereka menghadapi burnout.

2. Pelatihan pegawai

pexels-photo-1181435Pelatihan harus dilakukan untuk meningkatkan tugas dan peranan para staf. Setiap pegawai harus meningkatkan kemampuan dalam menjalankan pekerjaan mereka. Hal ini akan mengembangkan dedikasi dan minat dalam pekerjaan masing-masing.

3. Penempatan pegawai yang tepat untuk masing-masing pekerjaan

pexels-photo-1246742Merupakan tanggung jawab utama manajer HRD untuk mengenali kemampuan masing-masing pegawai dengan baik dan untuk merekrut kandidat yang paling sesuai untuk mengisi suatu posisi pekerjaan. Deskripsi pekerjaan harus ditulis dengan jelas dan mudah dipahami oleh karyawan.

Harus dilakukan pemeriksaan dan evaluasi kinerja secara rutin. Komunikasi dua arah yang terbuka dan transparan harus terus dilakukan dari waktu ke waktu.

4. Manajemen waktu

pexels-photo-295826Perusahaan dapat membantu pegawai mereka untuk memanfaatkan waktu dengan lebih baik dengan menetapkan jadwal untuk memeriksa email dan menggunakan media sosial. Prioritas pekerjaan juga harus ditentukan berdasarkan tenggat waktu. Sistem 'tangkas' smartphone harus mulai dipergunakan agar dapat menghemat waktu.

5. Jam istirahat yang memadai

pexels-photo-1548873Para pegawai harus mendapatkan waktu istirahat makan siang yang cukup; waktu istirahat singkat lainnya juga harus diberikan untuk melakukan peregangan tubuh dan menyegarkan pikiran kembali.

6. Kegiatan-kegiatan yang menyehatkan

pexels-photo-1472887Event-event olahraga dan kegiatan rekreasi sehat lainnya harus diselenggarakan untuk karyawan dalam skala besar, sehingga dapat menjadi sebuah istirahat yang menyehatkan dari beban kerja dan sebagai kesempatan yang baik untuk mempererat ikatan tim dan sosialisasi antar pegawai.

7. Kebijakan yang fleksibel

space-desk-office-hero-7065Perusahaan harus selalu fleksibel terhadap para pegawai, jika ada pegawai yang perlu mengambil cuti untuk menghadiri pertandingan sepak bola atau konser sekolah anaknya, maka kebijakan perusahaan harus mengizinkan hal tersebut. Demikian pula halnya dengan pemberian ijin untuk mengambil cuti.

8. Mencegah kerja lembur

designer-working-night_23-2147785481Perusahaan harus memiliki jam kerja yang realistis. Para pegawai sebaiknya tidak dianjurkan untuk bekerja lembur atau membawa pulang pekerjaan. Perusahaan harus memastikan bahwa mereka memiliki jumlah tenaga kerja yang memadai untuk menjaga keseimbangan beban kerja pada masing-masing pegawainya.

Tidak peduli seberapa besar suatu masalah, akan selalu ada solusinya. Perusahaan harus memelihara budaya kerja yang positif dan bebas dari stres agar para pegawai dapat meringankan tekanan pekerjaan mereka. HR harus memiliki kebijakan 'pintu terbuka' atau "open door policy"  untuk mendengarkan keluhan para pegawai sehingga mereka selalu dapat membuka hati mereka di saat stres. Klub kesehatan dan fasilitas kebugaran harus disediakan bagi para pegawai untuk membantu mereka menghilangkan stres.

Ingat, karyawan yang bebas dari stres adalah aset perusahaan!

loa-bottombanner-728x90ev-article-and-edm-banner

Berlangganan Wawasan Pasar

Dapatkan pesan dari para pakar Wawasan Pasar langsung ke kotak masuk Anda.
Anda dapat berhenti berlangganan email kapan saja. Dengan mengklik 'berlangganan' Anda setuju dengan Pernyataan Privasi SEEK kami