Resesi Ekonomi 2023 Akan Terjadi? Pahami Dulu Pengertian Resesi!
Apa itu resesi ekonomi? Jika merujuk dari laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pengertian resesi ekonomi adalah sebuah kondisi di mana perekonomian suatu negara memburuk karena Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat pengangguran yang meningkat, laju inflasi yang fluktuatif, hingga menimbulkan efek domino pada lesunya pertumbuhan bisnis perusahaan.
Lalu, benarkah Indonesia berpotensi mengalami resesi di tahun 2023? Mari bahas secara mendalam mengenai pengertian resesi ekonomi, dampaknya, hingga kondisi ekonomi Indonesia terkini lewat artikel ini!
Memahami Pengertian Resesi Ekonomi
Pengertian resesi ekonomi dimaknai ketika PDB sebuah negara mengalami penurunan selama dua kuartal, namun terjadi lagi terus-menerus pada kuartal selanjutnya. Jika PDB sebuah negara terus mengalami penurunan, artinya perekonomian negara tersebut menunjukkan ketidakstabilan karena tidak mampu bangkit dari negatifnya pendapatan riil.
Artinya, sektor-sektor penopang pendapatan negara juga tidak punya kekuatan untuk melakukan kegiatan produksi dan distribusi karena rendahnya kemampuan masyarakatnya untuk melakukan kegiatan konsumsi. Pada akhirnya, kondisi ini pasti memengaruhi kegiatan ekonomi perusahaan-perusahaan yang kemampuan kapitalnya menurun karena rendahnya daya beli konsumen dan calon konsumennya.
Saat resesi terjadi, ancaman terbesar bagi perusahaan sebagai pelaku usaha adalah kebangkrutan. Untuk mencegah ini terjadi, tentu langkah yang paling bijak adalah memotong beban pengeluaran untuk efisiensi bisnis, salah satunya dengan melakukan PHK karyawan.
Penyebab Resesi Ekonomi
Sebelum membahas kondisi ekonomi terkini, ada baiknya Anda memahami pemicu terjadinya resesi di sebuah negara. Berikut ini adalah indikator-indikator penyebab resesi dilihat dari kaca mata ekonomi makro.
Tidak Terkontrolnya Inflasi Inflasi menyebabkan naiknya harga-harga komoditas pangan, tarif transportasi, tarif dasar listrik, dan juga bahan bakar. Terlepas dari apa pun sektor industri perusahaan Anda, adanya kenaikan karena inflasi ini pasti akan berpengaruh pada risiko kerugian pada laporan keuangan perusahaan. Secara luas, masyarakat akan dituntut untuk mengerem pengeluarannya karena harus bertahan melewati harga barang yang melambung tinggi. Terlebih, jika produk perusahaan Anda bukan kebutuhan primer, pasti daya beli konsumen akan meredup seiring dengan alokasi dana mereka untuk kebutuhan sehari-hari yang lebih krusial.
Deflasi yang Terus Menerus Deflasi dimaknai sebagai turunnya harga barang dan jasa secara terus menerus. Meski penurunan harga dapat dikatakan hal yang baik bagi pelaku bisnis karena dapat meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi jika hal ini terjadi berkelanjutan nantinya dapat membawa kerugian bagi penyedia barang dan jasa. Ini karena harga produk turun tidak menjamin harga bahan baku seluruhnya menurun, terlebih jika bahan bakunya harus diimpor dari luar negeri. Jika sebuah negara terus deflasi, besar kemungkinan nilai mata uang pun melemah. Penting diketahui juga bahwa banyak komoditas dalam negeri yang mengandalkan impor, mulai dari BBM, pupuk, beras, kedelai, minyak sawit, dan banyak lagi. Hal ini lah yang tentunya akan berpengaruh pada melambungnya biaya pelaku usaha dalam proses produksi dan distribusi barang.
Guncangan Ekonomi yang Mendadak Membicarakan tentang pengertian resesi, perlu diingat bahwa ketika negara lain ekonominya terguncang maka Indonesia pun akan terkena dampak, baik secara langsung atau tidak langsung. Utamanya, jika negara-negara yang dilanda krisis ekonomi adalah negara yang memiliki kerja sama ekspor-impor dengan Indonesia atau negara yang mata uangnya digunakan untuk perdagangan internasional. Contoh sederhananya adalah saat harga tahu dan tempe tiba-tiba meroket di pasar Indonesia pada pertengahan 2022 lalu karena Indonesia sangat bergantung pada kedelai impor. Langkanya pasokan kedelai disebabkan karena di negara pengekspor kedelai utama Indonesia, yaitu Amerika Serikat, mengurangi pasokannya bagi Indonesia. Pada saat itu, China mengalami penurunan pendapatan ekonomi negara di sektor peternakan karena wabah penyakit yang menyerang hewan ternak utama, yaitu babi. Untuk memulihkan sektor tersebut, China memborong pasokan kedelai dari Amerika untuk pemulihan sektor tersebut. Pada akhirnya, hal ini berpengaruh pada berkurangnya pendapatan ekonomi Indonesia dari sektor terkait karena terganggunya kegiatan produksi.
Utang Negara yang Membengkak Banyak negara di dunia yang melakukan pinjaman untuk menjamin kelangsungan kehidupan negaranya, terlebih jika negaranya belum memiliki PDB yang mumpuni untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Perlu diingat bahwa negara berutang tidak selalu mengindikasikan hal negatif. Hal ini karena kegiatan berutang ini menjadi upaya pemerintah negara terkait untuk memacu dan membantu berputarnya roda kegiatan perekonomian sebuah negara. Namun, jika suatu negara terus melakukan pinjaman tanpa diiringi pengelolaan pendapatan negara yang baik, maka seterusnya pendapatan riil akan mengalami defisit. Pada akhirnya, negara tersebut akan mengalami kegagalan dalam membayar utangnya atau disebut default yang bisa berakhir pada kebangkrutan negara. Contoh sederhananya adalah kebangkrutan Sri Lanka yang akhirnya tumbang karena beberapa faktor penyebab. Penyebab kebangkrutan ini dimulai dari resesi ekonomi yang dipicu oleh inflasi yang tidak terkontrol karena melemahnya kurs mata uang, turun drastisnya pendapatan sektor utama yaitu pariwisata karena pandemi, serta kebijakan pengurangan pajak yang membuat semakin defisitnya devisa negara.
Pecahnya Gelembung Aset (Asset Bubble) Penyebab resesi ekonomi selanjutnya adalah gelembung aset pecah yang dipicu oleh rusaknya pasar aset instrumen investasi seperti pasar saham, bursa komoditas, atau properti. Kondisi seperti ini terjadi akibat dari banyak investor mendadak menjual aset secara besar-besaran karena kepanikan yang dipicu oleh kondisi ekonomi negara yang tidak stabil. Tindakan seperti ini dapat diilustrasikan ketika harga sebuah saham melambung karena kondisi ekonomi yang sedang bagus, lalu investor berspekulasi bahwa harganya akan terus naik di masa depan sehingga mereka menimbun dengan jumlah banyak. Namun, saat kondisi ekonomi negara mulai tidak baik, investor secara ramai-ramai menjual aset investasi, inilah yang dimaksud dengan pecahnya gelembung aset. Hal ini akan memicu penurunan pada harga indeks saham. Jika harga sekumpulan saham turun terus-menerus, maka sumber modal dari investasi akan terpengaruh. Jika kondisi ini terus terjadi, maka perusahaan-perusahaan, khususnya yang belum terlalu stabil, akan terdampak secara signifikan. Ketika hal itu terjadi, pertumbuhan ekonomi akan tersendat dan memicu terjadinya resesi ekonomi.
Resesi Ekonomi 2023, Mungkinkah Terjadi di Indonesia?
Memasuki Q4 dan di tengah ancaman resesi ekonomi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia Q3 2022 menunjukan pertumbuhan positif. Dilansir dari laman Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani menyebutkan bahwa pertumbuhan PDB Indonesia kuartal III 2022 mencapai 5,72% (year-on-year) atau tumbuh 1,8% (quartal-to-quartal).
Lalu, jika mengacu pada Undang-undang Keuangan Negara tentang batas maksimal rasio utang terhadap PDB adalah 60%, maka angka rasio utang Indonesia terhadap PDB terbaru per September pun masih tergolong di angka aman, yaitu 39,30%. Dari data ini, artinya Indonesia tidak dalam kondisi terjerat utang luar negeri yang berlebihan.
Selain itu, dilansir dari data inflasi bulanan Bank Indonesia yang sebelumnya sempat mencapai angka tertinggi sepanjang tahun 2022 (di angka 5,95% pada bulan September), akhirnya mengalami penurunan inflasi ke kisaran 5,71% pada penutupan bulan Oktober. Meski masih cukup tinggi dibanding dengan target bank sentral, ke depannya Bank Indonesia akan menerapkan kebijakan moneter lanjutan agar dapat mengontrol angka ini ke kisaran 3%-4% yang ditargetkan akan tercapai pada pertengahan 2023.
Maka, jika resesi ekonomi dimaknai oleh penurunan PDB setidaknya dalam dua kuartal berturut-turut, maka angka PDB Indonesia 2022 yang terus mengalami pertumbuhan dari Q1 hingga Q3, inflasi yang berhasil menurun, hingga rasio utang yang masih dalam batas wajar berarti mematahkan isu Indonesia akan mengalami resesi ekonomi 2023.
Update Insight Terkini Bersama JobStreet!
Sebagai manajemen perusahaan, Anda tentu perlu terus memperluas wawasan Anda tentang kabar dan isu terkini untuk membangun strategi terbaik bagi pertumbuhan dan resistensi perusahaan di tengah ancaman resesi ekonomi yang melanda banyak negara di dunia!
Mari temukan berbagai informasi serupa, tren perekrutan terkini, minat pegawai masa kini dalam bekerja, hingga laporan dan data eksklusif lainnya hanya di laman Insights JobStreet!
Dapatkan juga wawasan terbaru makroekonomi dari para pemimpin berita bisnis dunia agar perusahaan Anda dapat terus berevolusi ke arah yang lebih baik melalui laman JobStreet x Bloomberg.
JobStreet juga menyediakan Solusi Rekrutmen Lengkap untuk Anda yang membutuhkan talent berkualitas, berpengalaman, serta tentunya siap berkomitmen untuk mencapai target pertumbuhan perusahaan yang Anda impikan.
Mulai perjalanan Anda bertemu dengan kandidat terbaik dengan mudah, cepat, dan efisien dengan maju bersama JobStreet dalam tranformasi perekrutan yang lebih sukses!
Di JobStreet kami selalu berupaya mengantarkan pekerjaan yang bernilai untuk Anda. Sebagai Partner karir, kami berkomitmen membantu pencari kerja menemukan passion dan tujuan dalam setiap langkah karir. Sebagai Partner Talent nomor 1 di Asia, kami menghubungkan perusahaan dengan kandidat tepat yang dapat memberikan dampak positif dan berkualitas kepada perusahaan.
Temukan pekerjaan yang bernilai untuk Anda. Kunjungi JobStreet hari ini.
Tentang SEEK Asia
SEEK Asia, gabungan dari dua merek ternama Jobstreet dan jobsDB, adalah portal lowongan pekerjaan terkemuka dan destinasi pilihan untuk pencari dan pemberi kerja di Asia. Kehadiran SEEK Asia menjangkau 7 negara yaitu Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina dan Vietnam. SEEK Asia adalah bagian dari SEEK Limited Company terdaftar di Bursa Efek Australia, portal lowongan pekerjaan terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar. SEEK Asia dikunjungi lebih dari 400 juta kali dalam setahun.
Tentang SEEK Limited
SEEK adalah grup perusahaan yang beragam, dengan portofolio yang kuat yang mencakup usaha lowongan pekerjaan daring , pendidikan, komersial dan relawan. SEEK hadir secara global (termasuk di Australia, Selandia Baru, Cina, Hong Kong, Asia Tenggara, Brazil dan Meksiko), yang menjangkau lebih dari 2,9 miliar orang dan sekitar 27 persen PDB global. SEEK memberikan kontribusi positif kepada orang-orang dalam skala global. SEEK terdaftar dalam Bursa Efek Australia, yang menempatkannya sebagai 100 perusahaan teratas dan telah diperingkat sebagai 20 Perusahaan Paling Inovatif oleh Forbes.